Pengalaman, Opini, dan Harapan

Tulisan Terbaru

Total Tayangan Halaman

Cari Blog Ini

Translate

Pages

PENULIS

Foto Saya
Mantan guru di SD Muh. Condongcatur, Yogyakarta, sekarang asisten guru di Becker Elementary School, Iowa, Amerika.

Tulisan Pilihan

Mengapa Guru di Amerika Mengajarkan Beberapa Cara untuk Menyelesaikan Soal Matematika?

Siswa di Amerika diajari oleh guru dengan beberapa cara untuk menyelesaikan soal Matematika, tidak hanya cara yang dianggap guru paling ...

Popular Posts

Kamis, 21 Februari 2013

Pembelajaran untuk Mengembangkan Kecerdasan Majemuk


nwnavigator.com
Sudah menjadi hal yang lumrah di masyarakat kita keberhasilan siswa di sekolah diukur dari nilai-nilai ulangan harian, ulangan semester, dan ujian nasional. Sampai saat ini orang tua masih merasa bangga kalau anaknya bersekolah di sekolah favorit. Apalagi kalau nilai rapot dan nilai ujian nasionalnya sempurna. Berbagai cara pun ditempuh agar anaknya mendapat nilai ujian terbaik. Mulai dari jadwal belajar yang ketat, larangan bermain di luar rumah, les privat sampai les di bimbingan belajar.
Tuntutan orang tua menyebabkan sekolah juga berusaha agar siswa-siswanya lulus dengan nilai yang bagus. Sehingga pembelajaran di kelas pun bertujuan hanya untuk mengejar nilai ulangan harian, ulangan semester, dan ujian nasional yang bagus. Guru harus menyelesaikan materi tepat pada waktunya dan memberikan soal-soal latihan agar nilai ulangan dan ujiannya bagus. Hal terpenting dalam pembelajaran adalah siswa menguasai materi walaupun hanya sekedar hafalan (kognitif) dan bisa mengerjakan soal ujian. Pembelajaran yang dominan adalah dengan metode ceramah dan latihan soal. Sehingga hanya kecerdasan akademik, yaitu kecerdasan logika matematika dan bahasa yang berkembang. Hal ini juga didukung oleh kenyataan bahwa kebanyakan guru menonjol dalam kecerdasan logika matematika dan bahasa, sehingga mengajarnya pun sesuai dengan kecerdasannya yang menonjol. Padahal menurut Gardner, manusia mempunyai sembilan kecerdasan. Anak-anak telah menjadi korban kebanggan semu orang tua dan sekolah.
Berdasarkan hasil penelitian Howard Gardner, seorang ahli psikologi perkembangan dan profesor pendidikan dari Graduate School of Education, Harvard University, Amerika Serikat ditemukan ada sembilan kecerdasan yang disebut kecerdasan majemuk, yaitu kecerdasan bahasa (linguistic intelligence), kecerdasan logika matematika (logical-mathematical intelligence), kecerdasan musikal (musical intelligence), kecerdasan kinestesis tubuh (bodily-kinesthetic intelligence), kecerdasan spasial (spatial intelligence), kecerdasan naturalis (naturalist intelligence), kecerdasan interpersonal (interpersonal intelligence), kecerdasan intrapersonal (intrapersonal intelligence), dan kecerdasan eksistensial (existential intelligence). Setiap anak mempunyai sembilan kecerdasan ini, akan tetapi yang menonjol hanya beberapa kecerdasan saja. Sehingga dapat diyakini bahwa semua anak mempunyai kelebihan masing-masing tergantung kecerdasannya yang menonjol.
Banyak contoh tokoh-tokoh yang sukses dalam hidup berdasarkan pengembangan kecerdasan mereka yang paling menonjol. B. J. Habibie merupakan contoh tokoh yang sukses dengan kecerdasan logika matematika dengan ilmunya dalam bidang teknologi pesawat. K.H. Zainuddin MZ sukses dengan kecerdasan bahasanya, yaitu ceramah-ceramahnya yang begitu menarik audiens. Demikian juga Andrea Hirata yang sukses dengan kecerdasan bahasa melalui karya novel Laskar Pelangi dan tetraloginya. Iwan Fals adalah tokoh yang sukses dengan kecerdasan musiknya. Petinju Cris John sukses menjadi juara dunia dan kehebatan Bambang Pamungkas dalam menendang bola dengan kecerdasan kinestesis tubuh. Demikian juga Didik Nini Thowok sukses menari ke berbagai penjuru dunia dengan kecerdasan kinestesis tubuhnya. Pelukis Affandi sukses dengan kecerdasan spasialnya. Panji Sang Petualang sukses bisa bersahabat dengan berbagai hewan di alam bebas dengan kecerdasan naturalisnya. Mario Teguh, seorang motivator hebat adalah tokoh yang sukses dengan kecerdasan interpersonalnya. Sedangkan Romo Mangun sukses dengan kecerdasan intrapersonalnya.
Dengan demikian, seharusnya tidak hanya kecerdasan logika matematika dan bahasa saja yang dikembangkan di sekolah, tetapi semua kecerdasan harus diperhatikan dan dikembangkan dalam pembelajaran. Karena kesuksesan siswa di dunia nyata tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan logika matematika dan bahasa saja tetapi juga kecerdasan lainnya.
Gardner mendefinisikan kecerdasan sebagai kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu seting yang bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dipahami bahwa kecerdasan itu baru bisa dilihat jika seseorang berhasil mengatasi persoalan nyata dalam kehidupan sehari-hari atau bisa menciptakan suatu produk berdasarkan permasalahan yang terjadi. Sehingga suatu kecerdasan tidaklah tepat jika hanya dilihat dari hasil pengerjaan soal-soal tes dalam sebuah ruangan ujian.
Teori kecerdasan majemuk telah mengilhami banyak sekolah yang berusaha memberikan pelayanan terbaik kepada siswa-siswanya di seluruh belahan dunia termasuk di Amerika Serikat dan Indonesia. Di Amerika Serikat sekolah yang terkenal dengan pengembangan kecerdasan majemuk adalah Key School di Indianapolis, Indiana, Fuller School di Gloucester, Massachusetts, dan New City School di St. Louis, Missouri. Sedangkan di Indonesia sekolah yang mengembangkan kecerdasan majemuk salah satunya adalah SMA Plus Muthahhari di Bandung. Berikut ini adalah beberapa pengalaman pembelajaran yang memperhatikan kecerdasan majemuk di SMA Plus Muthahhari seperti yang diceritakan oleh kepala sekolahnya, Jalaluddin Rakhmat dalam pengantar buku karangan Thomas R. Hoerr dalam terjemahan berbahasa Indonesia dengan judul “Buku Kerja Multiple Intelligences, Pengalaman New City School”.
Pengalaman yang pertama adalah tentang seorang siswa yang bernama Rasyid. Rasyid sudah mendatangi berbagai sekolah dan gagal. Orang tuanya sangat bahagia bahwa akhirnya Rasyid bisa masuk ke kelas tiga di SMA Plus Muthahhari. Beberapa bulan pertama pada semester pertama, penyakit Rasyid “kumat” lagi. Dia sering bolos atau meninggalkan kelas sebelum waktunya. Setelah beberapa kali sekolah menurunkan “eska” (surat peringatan), Rasyid memutuskan mogok sekolah. Kami menyelenggarakan sidang kasus Rasyid dalam rapat guru. Kami menemukan bahwa, untuk kesekian kalinya, sekolah menjadi tempat yang paling membosankan baginya. Orang tuanya menginginkan anaknya masuk Fakultas Kedokteran. Dia lebih tertarik pada arsitektur. Dia merasa, banyak pelajaran di kelas tidak ada kaitannya dengan cita-citanya. Sesuai dengan special treatment for special people, sebuah metode pembelajaran yang kami gunakan khusus untuk anak-anak “istimewa”, kami melepaskan Rasyid dari kewajiban masuk sekolah seperti anak-anak lainnya. Kami menyebutnya, “Rasyid di-off-kan. Karena sudah berada di kelas tiga, dia hanya diharuskan “berlatih” dalam pelajaran yang ada dalam ujian nasional. Kami mengatur jadwal khusus baginya, di sekolah dan di rumahnya. Akhirnya, dia lulus ujian SMA. Kini, dia belajar dengan penuh semangat sebagai mahasiswa arsitektur di sebuah universitas di Malaysia.
Pengalaman kedua dialami oleh Dani. Berkali-kali dia meninggalkan kelas. Berulang-ulang orang tuanya kami panggil. Dia berasal dari Jakarta. Sejak di SMP, dia tertarik pada fotografi. Bahkan dia pernah memenangi perlombaan fotografi tingkat nasional. Mengambil gambar lebih menarik perhatiannya ketimbang duduk di kelas. Kami off-kan dia dari pelajaran-pelajaran lainnya selain mata pelajaran yang diujian-nasionalkan. Kami memberi kesempatan baginya untuk mengembangkan kemampuan fotografinya. Singkat cerita, dia lulus dari SMA dengan nilai pas-pasan. Sebagai fotografer dari agen berita internasional, sekarang dia memperoleh penghasilan yang jauh lebih tinggi daripada gurunya.
Kedua pengalaman di atas menunjukkan bahwa Rasyid dan Dani merupakan anak yang mempunyai kecerdasan spasial yang menonjol. Ketika kecerdasan yang menonjol tersebut dikembangkan, Rasyid dan Dani merasa senang dalam belajar dan bisa sukses dengan bidang yang ditekuninya.
Pengalaman yang ketiga dari SMA Muthahhari Plus seperti yang diceritakan Jalaluddin Rahmat, adalah tentang Raja. Raja sangat pasif, pendiam, tanpa emosi, tanpa gairah apapun. Ketika anak-anak lain sudah menyelesaikan jawaban tes, dia masih menulis soal-soal tes. Dengan alat ukur yang ada pada kami waktu itu, kami berusaha mengidentifikasi kecerdasannya. Dia lemah dalam semua kecerdasan. Mungkinkah Raja austistik? Kami tidak tahu. Para guru sepakat untuk, paling tidak, mengembangkan kecerdasan interpersonalnya. Pada permainan bulutangkis, Pak Cucu men-smash dia sangat keras. Dahinya benjol. Tapi dia bergeming. Dia tidak menjerit. Dengan tenang dia mengambil bola dan meneruskan permainan. Akhirnya, kami bekerja sama dengan murid-murid lainnya. Kami mengangkat dia menjadi pemimpin kelompok. Kami meminta murid-murid dalam kelompoknya untuk memperhatikan dan mengapresiasi apa pun yang dia lakukan. Pada malam perpisahan, saya menyaksikan Raja menyampaikan sambutan sebagai ketua panitia. Saya mendengarkannya dengan penuh takjub, setelah sebelumnya saya terpesona dengan kemajuan akademisnya. Ketika saya meninggalkan ruang acara, hampir jam sebelas malam, di depan saya berdiri seorang lelaki tinggi. Tampaknya dia sudah lama menunggu saya di situ. Begitu melihat saya, dia memeluk saya erat-erat. Dia menggumamkan “terima kasih” dalam isakan tangis. Lelaki itu ayah Raja.
Pengalaman yang keempat adalah tentang seorang anak yang dikirim ayahnya dari Makassar karena dalam bidang matematika dia lebih rendah dari kakaknya. Dia mengajukan syarat untuk kepergiannya ke Bandung: harus diberikan gitar. Di SMA Plus Muthahhari, dia mengembangkan kecerdasan musikalnya. Beberapa lagu telah dia ciptakan. Dia berhasil mencapai posisi “top student” pada ujian nasional dengan nilai matematika tertinggi; lebih tinggi daripada kakaknya yang tetap tinggal di kota kelahirannya.
Pengalaman yang kelima adalah tentang seorang anak yang menjadi “problem student” bukan saja di sekolah kami, juga di sekolah-sekolah sebelumnya. Dia anak kinestetik. Dia hanya bisa belajar dengan bergerak. Dia mudah mempelajari pelajaran-pelajaran yang melibatkan gerakan-gerakan tubuh-olahraga, silat, teater, dan sebagainya. Ketika dia menjadi murid SD, ibunya membekalinya dengan seikat pensil. Dia bisa belajar baik dengan mematah-matahkan pensil. Dengan memperhatikan keistimewaannya, kami mengantarkannya sampai lulus ujian. Dia kini belajar di akademi perhotelan dan pernah memperoleh penghargaan dalam memasak.
Pengalaman ketiga sampai kelima menunjukkan bahwa pengembangan kecerdasan yang menonjol, yaitu kecerdasan interpesonal, kecerdasan musikal, dan kecerdasan kinestesis tubuh bisa mengembangkan kecerdasan akademiknya, yaitu kecerdasan matematika dan kecerdasan bahasa.
Dari pengalaman keberhasilan SMA Plus Muthahhari dalam menerapkan pembelajaran yang mengembangkan kecerdasan majemuk tersebut, sudah seharusnya sekolah-sekolah lainnya juga bisa melaksananakan pembelajaran yang memperhatikan dan mengembangkan kecerdasan majemuk.
Pengembangan kecerdasan majemuk bukan berarti harus merubah kurikulum tetapi memang perlu dimodifikasi agar bisa memenuhi kebutuhan siswa yang mempunyai kecerdasan menonjol yang berbeda-beda. Modifikasi kurikulum yang harus dilakukan adalah dalam hal metode pembelajaran, materi atau topik pelajaran, sumber belajar, dan evaluasinya.
Dalam hal metode pembelajaran yang perlu diperhatikan adalah tempat pembelajaran, cara guru mengajar, dan kegiatan siswa dalam pembelajaran. Tempat belajar yang mampu mengembangkan kecerdasan majemuk tidaklah cukup di kelas, tetapi perlu juga di luar kelas seperti di kebun, di hutan, di pasar, dan lain-lain. Cara guru mengajar yang bisa mengembangkan kecerdasan majemuk adalah yang berbagai macam model sesuai dengan materi dan kecerdasan yang menonjol pada siswa. Tidak hanya dengan ceramah dan latihan soal seperti yang telah menjadi kebiasaan kebanyakan guru, tetapi juga model lainnya. Model guru mengajar yang dapat dilakukan antara lain dengan menggunakan musik atau lagu untuk mengembangkan kecerdasan musikal, memanfaatkan film atau gambar untuk mengembangkan kecerdasan spasial, diskusi kelompok untuk mengambangkan kecerdasan interpersonal, percobaan di laboratorium untuk mengembangkan kecerdasan kinestesis tubuh, memberi kesempatan siswa berrefleksi untuk mengembangkan kecerdasan intrapersonal, mengamati berbagai tumbuhan di kebun untuk mengembangkan kecerdasan naturalis, dan memberi kesempatan siswa untuk merenungkan tentang manfaat materi yang dipelajari untuk mengembangkan kecerdasan eksistensial. Sedangkan kegiatan siswa dalam pembelajaran yang harus disesuaikan adalah dengan memberi kesempatan siswa mengembangkan kecerdasan yang menonjol.
Materi pelajaran sebaiknya dalam bentuk topik-topik tematik, bukan urutan daftar bab seperti pada model kurikulum klasik. Bentuk topik tematik memungkinkan pembelajaran dengan pendekatan berbagai macam bidang keilmuan. Misalnya dalam mempelajari topik air, dapat dilakukan pendekatan ilmu fisika, sosial, ekonomi, dan politik.
Sumber belajar yang dapat mengembangkan kecerdasan majemuk harus tersedia, misalnya buku-buku yang juga berisi materi dan ilustrasi berdasarkan kecerdasan majemuk, kebun sekolah, laboratorium, ruang multimedia, model-model tiruan atau alat peraga, alat musik, perlengkapan oleh raga dan tari, dan lain sebagainya.
Karena model-model dan metode pembelajaran bermacam-macam untuk mengembangkan kecerdasan majemuk, maka evaluasinya pun bermacam-macam. Evaluasi proses dalam pembelajaran yang menilai kinerja siswa tentu saja lebih ditekankan daripada evaluasi tertulis. Evaluasi yang dapat dilakukan antara lain adalah dengan portofolio, keaktifan dalam diskusi, kinerja saat praktikum, hasil kerja proyek, dan tes tertulis. Portofolio merupakan kumpulan semua dokumen yang dihasilkan selama proses pembelajaran, misalnya ulangan harian, ulangan semester, tugas, karya, piagam, hasil wawancara, hasil pengamatan keaktifan di kelas, dan sebagainya. Keaktifan dalam diskusi merupakan hasil pengamatan guru dan siswa lain ketika pembelajaran dengan diskusi kelompok atau diskusi kelas. Kinerja saat praktikun merupakan hasil pengamatan guru terhadap kemampuan siswa dalam mempraktikkan suatu materi baik di laboratoriuym maupun di lapangan. Hasil kerja proyek merupakan tugas secara berkelompok yang dilakukan dalam jangka waktu yang lama, misalnya proyek pembuatan kliping tentang bencana alam di Indonesia. Sedangkan dalam tes tertulis soal harus bervariasi dan menyertakan kecerdasan majemuk.
Dalam pembelajaran yang mengembangkan kecerdasan majemuk pada intinya menghargai kemampuan siswa dan berusaha mengembangkannya. Karena kemampuan siswa berbeda-beda, maka pendekatan individu sangat penting dilakukan dengan menggunakan bermacam-macam model dan metode pembelajaran yang sesuai dengan kecerdasan siswa yang menonjol. Hal yang penting juga diingat bahwa tidak harus dalam setiap pembelajaran mengembangkan semua jenis kecerdasan, tetapi disesuaikan dengan materi dan kecerdasan siswa yang menonjol.

Daftar Pustaka
Hoerr, Thomas R. 2007. Buku Kerja Multiple Intelligences, Pengalaman di New City School. Bandung: Kaifa
Suparno, Paul. 2004. Teori Intelegensi Ganda dan Aplikasinya di Sekolah. Yogyakarta: Kanisius

0 comments:

Posting Komentar